Senin, 11 September 2017

RUANG LINGKUP SYARIAH



RUANG LINGKUP SYARIAH

A.PENGERTIAN SYARIAH
                                  
            Syariah adalah ketentuan-ketentuan Allah SWT yang mengatur tentang suatu perbuatan yang akan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh seseorang serta tujuan dari perbuatan itu,baik dalam bentuk ibadah khusus maupun ibadah umum.

1.Pengertian hukum islam (syariah)
Hukum syariah seperangkat peraturan berdasarkan kepada ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang di akui dan di yakini berrlaku serta mengikat untuk semua umat yang beragama islam. Menurut istilah aturan-aturan Allah berkenaan dengan kehidupan atau kehidupan manusia.Ulama fiqih berpendapat bahwa “Hukum adalah akibat yang di timbulkan oleh khitab yang berupa wujud,manbud,hurmah,karahah dan ibadah. Perbuatan yang dituntut itu menurut mereka di sebut wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah.

2.Pembagian hukum islam

a.hukum taklifi
Hukum taklifi adalah titah Allah yang berbentuk tuntutan dan pilihan. Di namakan hukum taklifi karna langsung mengenai perbuatan orang yang sudah mukallaf. Yang di sebut mukallaf adalah setiap orang yang sudah baliqh dan waras. Ada 2 tuntutan dalam agama islam,yaitu tuntutan mengerjakan dan tuntutan meninggalkan. Hukum taklifi itu ada 5 macam antara lain :
·         Wajib yaitu mengandung suruhan yang harus di kerjakan, sehingga orang yang mengerjakan patut mendapat ganjaran, dan kalau di tinggalkan patut mendapat ancaman.
·         Sunat yaitu mengandung suruhan tetapi tidak mesti di kerjakan, hanya berupa anjuran untuk mengerjakannya.
·         Haram yaitu mengandung larangan yang mesti di jauhi.Bila seorang telah meningkalnya berarti dia telah patuh kepada yang melarang, karna itu dia patut mendapat ganjaran berupa pahala.
·         Makruh yaitu tuntutan yang mengandung larangan tetapi tidak mesti di jauhi. Artinya orang yang menjauhi ia berhak mendapat ganjaran berupa pahala.
·         Mubah yaitu titah Aqllah SWT yang memberikan titah kemungkinan untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalkan, dalam hal itu tidak ada tuntutan baik mengerjakan maupun meninggalkan.

b.Hukum wardhi
Hukum wadh’i adalah hukum yang menetapkan dan menjadikan sesuatu sebagai sebab (al-sabab), syarat (al-syarthu), atau pencegah (al-mani’). Hukum ini dinamakan hukum wadh’i karena dalam hukum tersebut terdapat dua hal yang saling berhubungan dan berkaitan. Seperti hubungan sebab akibat, syarat, dan lain-lain. Tapi pendapat lain mengatakan bahwa definisi hukum wadh’i adalah hukum yang menghendaki dan menjadikan sesuatu sebagai sebab (al-sabab), syarat (al-syarthu), pencegah (al-mani’), atau menganggapnya sebagai sesuatu yang sah (shahih), rusak atau batal (fasid), azimah atau rukhshah. Definisi ini adalah menurut Imam Amidi, Ghazali, dan Syathibi.

hukum wardhi terbagi kepada 5 pembagian antara lain : Sabab, syarath, maniq, syah, bathil. Adapun mengenai rukhsyah dan azimah juga termasuk ke dalam hukum wardhi.

1) Sebab
As-Sabab adalah setiap sifat dhahir yang mengikat (mundhabit), yang ditunjukkan oleh dalil sam'î bahwa ia merupakan pemberi informasi mengenai keberadaan hukum, bukan mengenai pensyariatannya. Contoh tergelincirnya matahari sebagaimana yang dinyatakan dalam firman Allah:
} أقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ {
Dirikanlah shalat karena matahari telah tergelincir (QS. al-Isrâ' [17]: 78).
adalah hukum Sabab yang memberitahukan adanya hukum shalat Zhuhur. Artinya, jika waktu tersebut ada, berarti hukum wajibnya shalat Zhuhur tadi berlaku. Ayat ini tidak ada relevansinya dengan substansi persyariatan hukum wajibnya shalat. Karena substansi hukum wajibnya shalat tadi telah dijelaskan dengan nash lain, seperti surat an-Nûr [24]: 56 atau an-Nisâ' [4]: 103.
Dengan demikian, harus dibedakan antara Sabab dan 'Illat. Sabab adalah keterangan mengenai keberadaan hukum perbuatan yang telah ada, yang telah dinyatakan oleh nash lain, bahwa hukum tersebut berlaku sebagaimana keterangan tersebut. Sementara 'Illat adalah keterangan mengenai pensyariatan hukum perbuatan yang belum ada.    
  
2) Syarth
as-Syarth[u] adalah perkara yang ditunjukkan oleh dalil sam'î sebagai sifat pelengkap masyrûth (obyek yang disyaratkan) dalam hal yang dituntut oleh hukum terhadap obyek tersebut, atau apa yang dituntut oleh obyek itu sendiri. Sebagai contoh yang pertama, shalat --sebagai obyek yang dikenai syarat (masyrûth)-- menuntut untuk dikerjakan, dan agar ia bisa dikerjakan dengan sempurna, masyrûth (shalat) tersebut menuntut adanya perkara yang menjadi sifat komplementer (as-syarth[u]), yaitu thahârah dan wudhu. Dengan demikian, tuntutan dikerjakannya wudhu ini kembali kepada perintah shalat, dan tidak berdiri sendiri. Ini sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur'an:
} يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ {
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki (QS. al-Mâidah [5]: 6).

3) Mâni'
Mâni' adalah setiap sifat yang mengikat (mundhabit) yang ditunjukkan oleh dalil sam'î bahwa keberadaannya akan meniscayakan adanya illat (alasan) yang menafikan illat sesuatu. Contoh, hubungan kerabat merupakan sebab diperolehnya warisan, sedangkan pembunuhan secara sengaja merupakan mâni' (penghalang) diperolehnya warisan. Dalam kasus ini, hubungan kerabat merupakan illat diperolehnya warisan, namun kemudian dinafikan oleh pembunuhan, yang merupan illat yang menafikan illat sebelumnya. Jadi, Mâni' bisa dikatakan sebagai antitesis dari sebuah hukum.

4) Sah, Batal dan Fasâd
Sah adalah kesesuaian dengan perintah pembuat syariat. Sah juga mempunyai konotasi diperolehnya hasil perbuatan di dunia, atau di akhirat. Misalnya, dengan dipenuhinya seluruh syarat dan rukun shalat, akan menyebabkan shalat tersebut sah, dalam artian pelakunya telah terbebas dari dosa dan gugur dari kewajiban mengganti (qadhâ'). Ini dari segi diperolehnya hasil di dunia, sedangkan di akhirat, dengan keabsahannya, diharapkan akan mendapatkan pahala di sisi Allah SWT.
Batal adalah ketidaksesuaian dengan perintah pembuat syariat. Batal juga mempunyai konotasi tidak diperolehnya hasil perbuatan di dunia, dan dijatuhkannya siksa di akhirat. Misalnya, ketika shalat dikerjakan dengan meninggalkan salah satu rukunnya, akan menyebabkan shalat tersebut batal, dalam artian pelakunya belum terbebas dari dosa dan belum gugur dari kewajiban mengganti (qadhâ'). Sedangkan di akhirat, dengan ketidakabsahannya, ia akan mendapatkan siksa Allah SWT.
Fasâd berbeda dengan Batal, karena Batal sejak asal memang tidak sesuai dengan perintah pembuat syariat, sedangkan Fasâd asalnya sesuai dengan perintah pembuat syariat, namun ada sebab yang mengakibatkannya menyimpang dari perintah pembuat syariat. Jika sebab tersebut hilang, maka hukum Fasâd-nya juga hilang. Contoh, transaksi jual-beli antara orang kota (al-hadhir) dengan orang kampung (al-bâdî) bisa disebut Fâsid, jika orang kampung tersebut tidak mengetahui harga pasar. Namun, jika ketidaktahuan tersebut tidak ada lagi, maka transaksi tersebut menjadi sah. Ini berbeda dengan transaksi jual-beli yang dilakukan terhadap ikan hasil tangkapan nelayan di puket, karena transaksi tersebut dilakukan terhadap hasil yang  belum jelas (gharar), dimana hukum transaksi tersebut dilakukan terhadap perkara gharar, maka transaksi tersebut disebut Bâthil. Sebab, hukum asal transaksi tersebut berlaku untuk perkara gharar, yang memang asalnya sudah haram. Lain halnya dengan transaksi jual-beli orang kota dengan orang desa, hukum asalnya sah, jika tidak ada sebab ketidaktahuan harga.
Contoh lain hukum perseroan. Hukum asal perseroan (syarikah) adalah sah, jika dalam transaksinya anggota perseroan tersebut menyertakan modal, dan atau badan. Namun, jika yang disertakan hanya modal, sementara badannya tidak ada, selain badan usaha (syakhshiyyah ma'nawiyyah), sebagaimana perseroan terbatas (PT), maka hukum transaksi tersebut bisa disebut Fâsid, dan tidak disebut Bâtil. Sebab, hukum asal perseroan tersebut memang boleh, namun karena ada sebab "ketiadaan badan" hukumnya menjadi tidak sah, Fâsid.

5) 'Azîmah dan Rukhshah
'Azîmah adalah hukum yang disyariatkan secara umum, yang wajib dikerjakan oleh manusia. Sedangkan Rukhshah adalah hukum yang disyariatkan sebagai dispensasi bagi 'azîmah karena uzur tertentu, sementara hukum 'azîmah-nya tetap tidak berubah, namun tidak wajib dikerjakan oleh manusia. Agar Rukhshah tersebut disebut Rukhshah syar'i, harus dinyatakan oleh dalil syara', bahwa ia merupakan hukum yang disyariatkan oleh Allah karena uzur tertentu.
Contoh, puasa adalah hukum 'Azîmah sedangkan pembatalan puasa bagi orang sakit atau bepergian merupakan hukum Rukhshah, dimana masing-masing dinyatakan oleh dalil syar'i. Firman Allah:

} يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ ~ أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ {
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. al-Baqarah [2]: 183-184)

B. RUANG LINGKUP SYARIAH

Ruang Lingkup Syariah, antara lain mencakup peraturan-peraturan sebagai berikut:

1.             Ibadah,
yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan allah SWT.
Terdiri dari rukun Islam. Yaitu: mengucapkan syahadatain, mengerjakan shalat, zakat, puasa dan haji. Ibadah lainnya yang berhubungan dengan rukun Islam:
·                Badani (bersifat phisik): bersuci meliputi wudhu,  mandi, tayammum, pengaturan menghilangkan najis, peraturan air, istinja dll, adzan, qomat, itikaf, doa, shalawat, umrah, tasbih, istighfar, khitan, pengurusan mayat dan lain-lain.
·                Mali  (bersifat harta); qurban, akikah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah, dan lain-lain.

2.             Muamalah , yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan lainnya dalam hal Tukar menukar harta (jual beli dan yang searti), diantaranya : dagang, pinjam-meminjam , sewa- menyewa, kerja sama dagang, simpanan, penemuan, pengupahan, rampasan perang, utang- piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah, titipan, jiziah, pesanan dan lain-lain.

3.             Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan dengannya), diantaranya : perkawinan, perceraian, penyusuan, pemeliharaan anak, dan lain-lain.

4.             Jinayat, yaitu pengaturan yang menyangkut pidana, diantaranya : qishash, diyat,                   kifarat, pembunuhan, zina, minuman keras dan lain-lain.

5.              Siasah, yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan (politik), diantara : Ukhuwah (Persaudaraan), musyawarah (persamaan), adalah (keadilan), dan lain-lain.
6.             Akhlah, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya : syukur, Sabar, tawadhu’ (rendah diri), pemaaf, tawakkal, istiqamah, (Konsekuen), Syaja’ah (berani), birrul walidain (berbuat baik kepada ayah ibu)  dan lain-lain.

C. FUNGSI SYARIAH

1.  Menunjukkan dan mengarahkan pada pencapaian tujuan manusia sebagai hambaAllah.
Syariah adalah aturan-aturan Allah yang berisi perintah Allah untuk ditaati dan dilaksanakan, serta atura-aturan tentang larangan Allah untuk dijauhi dan dihindarkan.

2.       Menunjukkan dan mengarahkan manusia pada pencapaian tujuan sebagai khalifah Allah.
Manusia dapat berperan sebagai khalifah Allah di muka bumi yang melaksanakan dan membumikan sifat-sifat Allah dalam batas-batas kemanusiaan.

3.       Membawa manusia pada kebahagiaan hakiki dunia dan akhirat.
Manusia dapat mencapai tujuannya yang hakiki. Dengan syariat, manusia dapat memilah dan memilih jalan yang akan ditempuhnya sesuai dengan kebebasannya sehingga apapun akibatnya akan dipertanggung jawabkannya sendiri di hadapan Allah.


Aqidah dan Tauhid



AQIDAH
A.  Pengertian aqidah
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (Etimologi) :
Kata "‘Aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraamal-ihkam (pengesahan), (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).
Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.
Pengertian Aqidah Secara Istilah (Terminologi)
Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidka tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Dengan kata lain, keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang yang  menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan aqidah. Dinamakan aqidah, karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.
Aqidah Islamiyyah:
Maknanya adalah keimanan yang pasti teguh dengan Rububiyyah Allah Ta'ala, Uluhiyyah-Nya, para Rasul-Nya, hari Kiamat, takdir baik maupun buruk, semua yang terdapat dalam masalah yang ghaib, pokok-pokok agama dan apa yang sudah disepakati oleh Salafush Shalih dengan ketundukkan yang bulat kepada Allah Ta'ala baik dalam perintah-Nya, hukum-Nya maupun ketaatan kepada-Nya serta meneladani Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam.
ISTILAH-ISTILAH LAIN TENTANG AQIDAH
·      Iman, yaitu: sesuatu yang diyakini di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh.
·      Tauhid, artinya: mengesakan Allah (Tauhidullah).
·      Ushuluddin, artinya: pokok-pokok agama
·      Fiqh Akbar, artinya: fiqh besar. Istilah ini muncul berdasarkan pemahaman bahwa tafaqquh fiddin yang diperintahkan Allah dalam surat At-Taubah ayat 122, bukan hanya masalah fiqih, tentu dan lebih utama masalah aqidah. Dikatakah fiqh akbar, adalah untuk membedakannya dengan fiqh dalam masalah hukum.

B.            RUANG LINGKUP AQIDAH


            Aqidah Islam berawal dari keyakinan kepada zat mutlak yang Maha Esa yang disebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan dan wujudnya. Kemaha-Esaan Allah dalam zat, sifat, perbuatan dan wujdunya itu disebut tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman.(1)
Menurut sistematika Hasan Al-Banna maka ruang lingkup Aqidah Islam meliputi
1.    Ilahiyat, yaitu pembahasan tentang segala susuatu yang berhubungan dengan Tuhan (Allah), seperti wujud Allah, sifat Allah dll.
2.    Nubuwat,  yaitu pembahsan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan
Rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah dll
.
3.    Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti jin, iblis, setan, roh dll.
4.    Sam'iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam'i, yakni dalil Naqli berupa Al-quran dan as-Sunnah seperti alam barzkah, akhirat dan Azab Kubur, tanda- tanda kiamat, Surga-Neraka dsb.

Tidak hanya diatas namun pembahasan Aqidah juga dapat mengikuti Arkanul iman yaitu :

·      Kepercayaan akan adanya Allah dan segala sifat-sifatNya
·      Kepercayaan kepada Malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya seperti Jin, iblis dan Setan)
·      Kepercayaan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada rasul
·      Kepercayaan kepada Nabi dan Rasul
·      Kepercayaan kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu
·      Kepercayaan kepada takdir (qadha dan qadar) Allah (2)

C.           Bukti- Bukti Wujud Tuhan
a.             Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang meyahudikan, mengkristenkan, atau yang memajusikannya. (HR. Al Bukhari)

b.             Bukti akal tentang wujud Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin menciptakan dirinya sendiri, dan tidak pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Robb semesta alam. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath’i dalam surat Ath Thuur: Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? (Ath Thuur: 35)
Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
c.              Bukti syara’ tentang wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari Robb Yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluknya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Robb Yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa yang dibeitakan itu.
d.             Bukti inderawi tentang wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala dapat dibagi menjadi dua:
·      Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah
·      Mukjizat para Nabi
D.  Implementasi Tauhid Dalam  Kehidupan
1.      Pengertian Tauhid
Tauhid (Arab :توحيد), adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah. Tauhid diambil kata : Wahhada Yuwahhidu Tauhidan yang artinya mengesakan. Satu suku kata dengan kata wahid yang berarti satu atau kata ahad yang berarti esa. Dalam ajaran Islam Tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah. Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha Illallah yang berarti tidak ada Tuhan melainkan Allah. ( al-Baqarah:163, Muhammad 19 ). Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan norma Islam, sehingga oleh karenanya Islam dikenal sebagai agama tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan. Bahkan gerakan-gerakan pemurnian Islam terkenal dengan nama gerakan muwahhidin ( yang memperjuangkan tauhid ).  Dalam perkembangan sejarah kaum muslimin, tauhid itu telah berkembang menjadi nama salah satu cabang ilmu Islam, yaitu ilmu Tauhid yakni ilmu yang mempelajari dan membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keimanan terutama yang menyangkut masalah ke-Maha Esa-an Allah.

Berikut adalah dalil-dalil Al Qur'an Tentang Keutamaan & Keagungan Tauhid,

Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (QS An Nahl: 36)
"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan" (QS At Taubah:31)
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)" (QS Az Zumar: 2-3)
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus" (QS Al Bayinah: 5)
Dari semua dalil-dalil Al-qur’an di atas, maka jelas sekali bahwa konsep tauhid merupakan landasan paling fundamnental dalam kehidupan seorang muslim yang sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan ajaran-ajaran Islam lainnya.
2.      Hakekat Tauhid
Tauhid merupakan kewajiban utama dan pertama yang diperintahkan Alloh kepada setiap hamba-Nya. Namun, sangat disayangkan kebanyakan kaum muslimin pada zaman sekarang ini tidak mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Padahal tauhid inilah yang merupakan dasar agama kita yang mulia ini. Hakekat tauhid adalah mengesakan Alloh. Bentuk pengesaan ini terbagi menjadi tiga, berikut penjelasannya.
a)      Mengesakan Alloh dalam Rububiyah-Nya
Maksudnya adalah kita meyakini keesaan Alloh dalam perbuatan-perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh Alloh, seperti mencipta dan mengatur seluruh alam semesta beserta isinya, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat dan lainnya yang merupakan kekhususan bagi Alloh
b)      Mengesakan Alloh Dalam Uluhiyah-Nya
Maksudnya adalah kita mengesakan Alloh dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Alloh semata.
c)      Mengesakan Alloh Dalam Nama dan Sifat-Nya
Maksudnya adalah kita beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Alloh yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rosululloh. Dan kita juga meyakini bahwa hanya Alloh-lah yang pantas untuk memiliki nama-nama terindah yang disebutkan di Al-Qur’an dan Hadits tersebut (yang dikenal dengan Asmaul Husna).

3.      Kedudukan Tauhid
Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama ini. Pada kesempatan kali ini kami akan membawakan tentang kedudukan Tauhid Uluhiyah (ibadah),
·         Tauhid adalah tujuan penciptaan manusia,
Alloh berfirman, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56) maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Alloh dalam segala macam bentuk ibadah , Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Alloh saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka.
·         tauhid adalah tujuan diutusnya beberapa rasul ke muka bumi,
dalam hal ini Allah berfirman, “Dan sungguh Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Alloh, dan jauhilah Thaghut itu’.” (An-Nahl: 36). Makna dari ayat ini adalah bahwa para Rosul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam diutus oleh Alloh untuk mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Alloh semata dan tidak memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun.
·         Selain itu tauhid merupakan perintah Alloh yang paling utama dan pertama,
Alloh berfirman, “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa: 36). Dalam ayat ini Alloh menyebutkan hal-hal yang Dia perintahkan. Dan hal pertama yang Dia perintahkan adalah untuk menyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Perintah ini didahulukan daripada berbuat baik kepada orang tua serta manusia-manusia pada umumnya.
4.      Pembagian Tauhid

1)      Tauhid Rububiyah

Beriman bahwa hanya Allah satu-satunya Rabb yang memiliki, merencanakan, menciptakan, mengatur, memelihara, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat serta menjaga seluruh Alam Semesta. Sebagaimana terdapat dalam Al Quran surat Az Zumar ayat 62 :"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu". Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Alloh “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)
Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Alloh, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89).

2)      Tauhid Uluhiyah/Ibadah

Beriman bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tidak ada sekutu bangiNya. "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana" (Al Imran : 18). Beriman terhadap uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap rububiyahNya. Mengesakan Alloh dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Alloh semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Alloh mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Alloh semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Alloh dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Alloh adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.
3)      Tauhid Asma wa Sifat
Beriman bahwa Allah memiliki nama dan sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan keagunganNya. Umat Islam mengenal 99 asma'ul husna yang merupakan nama sekaligus sifat Allah. Maka dalam Islam ada sunah untuk menghafalkan ke-99 nama Allah tersebut sebagai perwujudan cinta kita kepada Allah SWT.





Pengaruh Tauhid Terhadap Kehidupan Seorang Muslim
Tauhid adalah akar dari keimanan seorang muslim. Dengan tauhid yang kuat, maka seorang muslim akan mampu menjalankan proses penghambaannya kepada Allah tanpa merasa berat dan terpaksa, karena hanya satu tujuan mereka hidup yaitu keinginan mereka untuk bertemu dengan tuhannya Allah SWT.
Implementasi penghambaan mutlak kepada Allah SWT tersebut terwujud dalam berbagai aspek kehidupan seorang muslim, mulai hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lainnya, serta hubungan manusia dengan alam. Ketiga hubungan tersebut akan terwujud secara selaras dan harmonis, karena memang itulah perintah Allah. Dengan mempunyai aqidah yang kuat, maka seluruh rintangan hidup dapat dilaluinya dengan baik dan ringan.
Di era modern ini, dengan berbagai tantangan dan pengaruh global, seorang muslim harus mempunyai tauhid yang kuat. Hal itu disebabkan tantangan dan pengaruh global yang dating banyak memuat unsur-unsur negative yang anti-tauhid. Manakala seorang muslim dihadapkan pada kesenangan dunia sebagai muatan dunia kapitalis, maka manusia membutuhkan benteng untuk mempertahankan diri dari arus negative globalisasi tersebut.
Penerapan tauhid dalam kehidupan :
Contoh penerapan tauhid dalam kehidupan sehari hari adalah dengan selalu mentaati perintah Nya dan menjauhi larangan Nya, seperti beribadah, puasa, nadzar, berdoa hanya kepada Allah, ibadah apapun yg dilakukan semata mata diniatkan hanya karna Allah, tidak berlebih-lebihan dalam mencintai sesuatu. Tawakal dan bersabar dalam menghadapi musibah.
  • Ikrar syahadat  Tiada Tuhan selain Allah
  • Tidak mempersekutukan alloh secara langsung Musyrik
  • Berusaha tidak mempersekutukan allah secara tidak langsung
  • Konsep “berpusat kepada” ala Steven Covey: Organisasi, pekerjaan, pacar, cinta, istri, anak, halaqoh, dll à Syirik kecil
  • Ketika semuanya syirik free—semata-mata semuanya karena alloh, bukan karena illah yang lainnya.





E. Pemurnian tauhid
1.    Pengertian syirik
Syirik adalah lawan dari tauhid. Tauhid adalah mengesaakan ALLah sedangkan syirik berarti memperserikatkannya dengan yang lain.

2.    Pembagian syirik
Syirik dibagi 2 yaitu

·         syirik besar yaitu mempercayai tuhan selain ALLAH yang diikuti dengan  pemujaan atau penyembahan secara terang terangan.
·         syirik kecil yaitu keyakinan seorang muslim kepada selain Allah.



3.    Bahaya syirik
Antara lain:
·         merusak iman dan amalan
·         Hatinya akan diselimutu oleh kegelapan
·         Mudah bertindak zalim
·         menjatuhkan martabat manusia sebagai ciptaan Allah yang paling mulia
·         Membelenggu jiwa dan pikiran manusia 





energi

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkatnya yang telah ia berikan k...