Jumat, 15 Desember 2017

EKONOMI ISLAM



PERTEMUAN XIII DAN XIV
EKONOMI ISLAM

A. PENGERTIAN, TUJUAN DAN PRINSIP
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. At Taubah: 105, "Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu". Kerja membawa pada kemampuan, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW: "Barang siapa diwaktu harinya keletihan karena bekerja, maka di waktu itu ia mendapat ampunan". (HR. Thabrani dan Baihaqi).
Tujuan Ekonomi Islam
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian p[ada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai ketenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
·         Penyucian jiwa agar setiap muslim boleh menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
·         Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakupi aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
·         Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjadi puncak sasaran di atas mencakupi lima jaminan dasar yaitu:
a.       Kamaslahatan keyakinan agama (al din)
b.      Kamaslahatan jiwa (al nafs)
c.       Kamaslahatan akal (al aql)
d.      Kamaslahatan keluarga dan keturunan (al nasl)
e.       Kamaslahatan harta benda (al mal)
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
1.      Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau anugerah dari Allah swt kepada manusia.
2.      Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3.      Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama.
4.      Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja.
5.      Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6.      Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7.      Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
8.      Islam menolak riba dalam bentuk apapun.
Asas-Asas  Transaksi Ekonomi Dalam Islam
Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia untuk meraih kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi, misalnya dalam jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan. Contohnya transaksi jual beli.
Dijelaskan bahwa dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang diterapkan syara’, yaitu:
1.      Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’, misalnya memperdagangkan barang haram.
2.      Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun.
3.      Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.
4.      Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan.
5.      Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi. Misalnya, dalam akad sewa-menyewa rumah.
B. PENERAPAN TRANSAKSI EKONOMI DALAM ISLAM
1.      Jual Beli
Secara bahasa al-ba’ (menjual) berarti “mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu”. Dan merupakan sebuah nama yang mencakup pengertian terhadap kebalikannya yakni al-syira’ (membeli). Demikian al-ba’ sering diterjemahkan dengan “jual-beli”.
Menurut etimologi jual-beli diartikan
مقابلة الشيئ بالشيئ.
 “Pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain”
Menurut terminologi, para fuqaha menyampaikan pendapatnya berbeda-beda: Menurut Imam Nawawi dalam al-Majmu’

مقاباة بال بمال تمليكا.
“Pertukaran harta dengan harta untuk tujuan kepemilikan”.
Rukun dan Syarat Jual Beli

Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum islam).

Rukun Jual Beli:
·         Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli
·         Objek akad (barang dan harga)
·         Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)
·         Orang yang melaksanakan akad jual beli ( penjual dan pembeli )

a.         Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli

·         Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.
·         Baligh, jual belinya anak kecil yang belum baligh dihukumi tidak sah. Akan tetapi, jika anak itu sudah mumayyiz (mampu membedakan baik atau buruk), dibolehkan melakukan jual beli terhadap barang-barang yang harganya murah seperti : permen, kue, kerupuk, dll.
·         Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak menggunakan harta milik orang yang sangat bodoh (idiot) tidak sah jual belinya. Firman Allah ( Q.S. An-Nisa’(4): 5.

b.        Sigat atau Ucapan

Ijab dan Kabul. Ulama fiqh sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak pembeli).

c.         syarat-syarat ijab kabul adalah

1.  Orang yang mengucap ijab kabul telah akil baliqh.
2.  Kabul harus sesuai dengan ijab.
3.  Ijab dan kabul dilakukan dalam suatu majlis.



d.        syarat-syarat barang yang diperjual belikan

·         barang yang diperjual-belikan itu halal.
·         Barang itu ada manfaatnya.
·         Barang itu ada ditempat, atau tidak ada tapi ada ditempat lain.
·         Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaanya.
·         Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.

e.         syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual

·         Harga jual disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
·         Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara hukum, misalnya pembayaran menggunakan kartu kredit.
·         Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-muqayadah (nilai tukar barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa uang).

Macam-macam Jual Beli
Dari aspek obyeknya, jual beli dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1)      Bai’ al-Muqayyadah
Yaitu jual beli barang dengan barang yang biasa disebut jual beli barter.
2)      Bai’ al-Muthlaq
Yaitu jual beli barang dengan barang lain secara tangguh atau menjual barang dengan harga secara mutlak.
3)      Bai’ al-Sharf
Yaitu menjualbelikan alat pembayaran dengan yang lainnya.
4)      Bai’ al-Salam
Dalam hal ini barang yang diakadkan bukan berfungsi sebagai mabi’ melainkan berupa dain (tanggungan)Hal ini ditunjukkan dengan adanya jual beli di dunia maya, contoh jual beli lewat internet, online dan lain-lain. Jual beli barang najis seperti anjing, babi, dan sebagainya. Dalam Islam segala sesuatunya telah diatur dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah. Begitu juga dalam Al-Qur'an dan as-sunnah dan dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh.



2.      Khiyar
Khiyar ialah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan jual-belinya atau membatalkan karena adanya suatu hal. Hukum Islam membolehkan hak khiyar agar tidak terjadi penyesalan bagi penjual maupun pembeli.


Macam-Macam Khiyar
a.       Khiyar majelis, ialah khiyar yang berlangsung selama penjual dan pembeli masih berada ditempat jual beli.
b.      Khiyar syarat, ialah khiyar yang dijadikan sebagai syarat pada waktu akad jual beli.Khiyar  syarat dibolehkan dengan ketentuan tidak boleh lebih dari tiga hari tiga malam semenjak akad.
c.       Khiyar ‘aib (khiyar cacat) maksudnya pembeli mempunyai hak pilih, untuk mengurungkan akad jual belinya karena terdapat cacat pada barang yang dibelinya.

3.      Simpan Pinjam
Rukun dan syarat pinjam meminjam menurut hukum Islam adalah sebagai berikut
·         Yang berpiutang dan yang berutang, syaratnya sudah balig dan berakal sehat. Yang berpiutang, tidak boleh meminta pembayaran melebihi pokok piutang. Sedangkan peminjam tidak boleh melebihi atau menunda-nunda pembayaran utangnya.
·         Barang (uang) yang diutangkan atau dipinjamkan adalah milik sah dari yang meminjamkan.
·         Pengembalian utang atau pinjaman tidak boleh kurang nilainya, bahkan sunah bagi yang berutang mengembalikan lebih dari pokok hutangnya.

4.      Ijarah
Ijarah berasal dari bahasa Arab yang artinya upah , sewa, jasa, atau imbalan. Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’I adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
Dasar Hukum Ijarah
Dasar hukum ijarah berasl dari Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum ijarah adalah Q.S Az-Zukhruf, 43:32, Q.S At-Talaq, 65:6, Q.S Al-Qasas, 28:26.
Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Qasas, 28:
Artinya : “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya”.
Hadist yang dijadikan dasar hukum ijarah adalah hadist dari Ibnu Umar r.a yang artinya “Berikanlah upah/ jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringatnya” (H.R. Abu Ya’la, Ibnu Majah, Tabrani, dan Tirmizi).



Macam-macam Ijarah
·         Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa. Apabila manfaat itu termasuk manfaat yang dibolehkan syarat untuk dipergunakan, maka ulama fikih sepakat boleh dijadikan objek sewa-menyewa.

·         Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.
Rukun dan Syarat Ijarah
·         Kedua orang yang bertransaksi sudah balig dan  berakal sehat.
·         Kedua pihak bertransaksi dengan kerelaan, artinya tidak terpaksa atau dipaksa.
·         Barang yang akan disewakan diketahui kondisi dan manfaatnya oleh penyewa.
·         Objek ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
·         Objek ijarah merupakan sesuatu yang dihalalkan syara’.
·         Hal yang disewakan tidak termkasuk suatu kewajiban bagi penyewa.
·         Objek ijarah adalah sesuatu yang bisa disewakan.
·         Upah/ sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai harta.
Berakhirnya Akad Ijarah
Karena ijarah bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan, maka hal-hal yang dapat menyebabkan berakhirnya akad ijarah adalah sebagai berikut:
·         Objek ijarah hilang atau musnah.
·         Habisnya tanggang waktu yang disepakati dalam akad/ taransaksi ijarah.
C. MUZARA’AH

Fi’il madhi muzara’ah adalah zara’a  yang artinya mengadakankerja sama. Sedangkan menurut istilah muzara’ah adalah suatu akad kerja sama antara dua orang, dimana pihak pertama yaitu pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada pihak kedua yaitu penggarap, untuk diolah sebagai tanah pertanian dan hasilnya dibagi diantara mereka. Dalam muzara’ah ini Syafi’iyah mensyaratkan bibit tanaman harus dikeluarkan oleh pemilik tanah. Apabila bibit dikeluarkan oleh penggarap, maka istilahnya bukan muzara’ah melainkan mukhabaroh.
Dasar Hukum Muzara’ah
Muazarah hukumnya diperselisihkan oleh para fuqaha. Imam Abu Hanifah dan Zufar, serta Imam As-Syafi’i tidak membolehkannya. Akan tetapi sebagian Syafi’iyah membolehkannya dengan alasan kebutuhan. Mereka beralasan dengan hadis Nabi saw:Artinya:
“Dari Tsabit bin Adh-Dhahhak ra bahwa sesungguhnya Rasulullah saw melarang untuk melakukan muzara’ah, dan memerintahkan untuk melakukan muajarah (sewa menyewa).
Menurut jumhur ulama’, yang terdiri atas Abu Yusuf, Muhammad bin Malik, Ahmad dan Dawud Azh-Zhahiri, muszara’ah itu hukumnya boleh.
Disamping itu muzara’ah adalah salah satu bentuk syirkah yaitu kerja sama antara modal (harta) dengan pekerjaan, dan hal tersebut dibolehkan seperti halnya akad mudharabah, karena dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan adanya kerja sama tersebut maka lahan yang menganggur bisa bermanfaat, dan orang yang menganggur bisa memperoleh pekerjaan.
Rukun dan Syarat-syatar muzara’ah
rukun muzara’ah ada 3 yaitu:
·         ‘Aqid, yaitu pemilik tanah dan penggarap.
·         Ma’qud ‘alaih (objek akad), yaitu manfaat tanah dan pekerjaan penggarap.
·         Ijab dan qabul.
Syarat muzara’ah ada 3, yaitu:
·         Akad tidak boleh mencakup penyewaan tanah dengan imbalan sesuatu yang dilarang, yaitu dengan menjadikan tanah sebagai imbalan bibit (benih).
·         Kedua belah pihak yang berserikat.
·         Bibit yang dikeluarkan kedua belah pihak harus sama jenisnya.
Berakhirnya Akad Muzara’ah
Muzara’ah terkadang berakhir karena terwujudnya maksus dan tujuan akad, misalnya tanaman telah selesai dipanen. Akan tetapi, terkadang akad muzara’ah berakhir sebelum terwujudnya tujuan muzara’ah, karena sebab-sebab berikut:
·         Masa perjanjian muzara’ah telah berakhir.
·         Meninggalnya salah satu pihak, baik meninggalnya itu sebelum dimulainya penggarapan maupun sesudahnya, baik buahnya sudah bisa dipanen atau belum.
·         Adanya uzdur atau alasan, baik dari pihak pemilik tanah maupun dari pihak penggarap.
D. MUDHARABAH
Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiah adalah bepergian atau berjalan sebagaimana firman Allah:
واخرون يضربون فى الارض يبتعون من فضل الله
“Dan yang lainnya, bepergian di muka bumi mencari karunia Allah. (Al Muzamil: 20)”.
Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu,  berarti al-qath’u (potongan). Karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya.
Menurut istilah, mudharabah atau qiradh adalah aqad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai jumlah kesepakatan.
 Hukum Mudharabah
Aqad mudharabah dibenarkan dalam Islam, karena bertujuan selain membantu antara pemilik modal orang yang memutarkan uang. Sebagai landasannya adalah firman  Allah:
ليس عليكم جناح أن تبغوافضلا من ربكم…..
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu….” (Al Baqarah: 198).
Melakukan mudharabah atau qiradh adalah boleh (mubah). Dasar hukumnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dari Shuhaib r.a. Rasulullah saw bersabda:
ثلاث فيهن البركة البيع إلى اجل والمقارضة وخلط البر باالشعير للبيت ولا للبيع
“Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal dari mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga bukan untuk dijual.”
Rukun Dan Syarat Mudharabah
Menurut ulama Syafi’iyah, rukun-rukun mudharabah yaitu:
  1. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya
  2. Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang
  3. Aqad mudharabah dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang
  4. Harta pokok/modal
  5. Pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba
  6. Keuntungan.
Syarat sah mudharabah antara lain:
  1. Modal/barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila barang itu berbentuk emas/perak batangan (tabar), emas hiasan/barang dagang lainnya, mudharabah tersebut batal.
  2. Bagi yang melakukan aqad disyaratkan mampu melakukan tasharuf. Maka dibatalkan aqad anak-anak yang masih kecil, orang gila
  3. Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang diperdagangkan dengan laba
  4. Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas presentasinya
  5. Melafadzkan ijab dari pemilik modal
  6. Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk berdagang di Negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu pada waktu-waktu tertentu.
Mengakhiri Mudharabah
Aqad mudharabah dinyatakan batal/berakhir apabila:
  1. Masing-masing pihak menyatakan bahwa aqad itu batal
  2. Salah seorang yang berakad gila
  3. Pemilik modal murtad (keluar dari agama Islam)
  4. Modal telah habis terlebih dahulu sebelum dikelola pelaksana.
E. SYIRKAH
Syirkah dalam bahasa Arabnya berarti pencampuran atau interaksi. Bisa juga artinya membagikan sesuatu antara dua orang atau lebih menurut hukum kebiasaan yang ada.
Sementara dalam terminologi ilmu fiqih, arti syirkah yaitu: Persekutuan usaha untuk mengambil hak atau beroperasi. Aliansi mengambil hak, mengisyaratkan apa yang disebut Syirkatul Amlak. Sementara aliansi dalam beroperasi, mengisyaratkan Syirkatul Uqud (Syirkah Transaksional).
Disyariatkannya Syirkah
Syirkah disyariatkan berdasarkan ijma'/konsensus kaum muslimin. Sandaran ijma' tersebut adalah beberapa dalil tegas berikut:
Firman Allah: "…tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu…" (An-Nisa: 12).
Saudara-saudara seibu itu bersekutu atau beraliansi dalam memiliki sepertiga warisan sebelum dibagi-bagikan kepada yang lain.
Firman Allah: "Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah." (Al-Anfal: 41).
Harta rampasan perang adalah milik Rasulullah dan kaum muslimin secara kolektif sebelum dibagi-bagikan. Mereka semuanya beraliansi dalam kepemilikan harta tersebut.
Riwayat yang shahih bahwa al-Barra bin Azib dan Zaid bin Arqam keduanya bersyarikat dalam perniagaan. Mereka membeli barang-barang secara kontan dan nasi’ah. Berita itu sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka beliau memerintahkan agar menerima barang-barang yang mereka beli dengan kontan dan menolak barang-barang yang mereka beli dengan nasi'ah.
Macam-macam Syirkah
Syirkahitu ada dua macam:
·         Syirkah Hak Milik (Syirkatul Amlak). Yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan, seperti jual beli, hibah atau warisan.
·         Syirkah Transaksional (Syirkatul Uqud). Yakni akad kerjasama antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan.
Macam-macam syirkah Transaksional
1. Syirkatul 'Inan, yakni persekutuan dalam modal, usaha dan keuntungan. Yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki bersama untuk membuka usaha yang mereka lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan bersama. Jadi modal berasal dari mereka semua, usaha juga dilakukan mereka bersama, untuk kemudian keuntungan juga dibagi pula bersama. Syirkah semacam ini berdasarkan ijma' dibolehkan, namun secara rincinya masih ada yang diperselisihkan.
2. Syirkatul Abdan (syirkah usaha). Yakni kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, seperti kerjasama sesama dokter di klinik, atau sesama tukang jahit atau tukang cukur dalam salah satu pekerjaan. Semuanya dibolehkan. Namun Imam Syafi'i melarangnya. Disebut juga dengan Syirkah Shanai wat Taqabbul.
3. Syirkatul Wujuh Yakni kerjasama dua pihak atau lebih dalam keuntungan dari apa yang mereka beli dengan nama baik mereka. Tak seorangpun yang memiliki modal. Namun masing-masing memilik nama baik di tengah masyarakat. Mereka membeli sesuatu (untuk dijual kembali) secara hutang, lalu keuntungan yang didapat dibagi bersama.
4. Syirkatul Mufawadhah,yakni setiap kerjasama di mana masing-masing pihak yang beraliansi memiliki modal, usaha dan hutang piutang yang sama, dari mulai berjalannya kerja sama hingga akhir. Yakni kerja sama yang mengandung unsur penjaminan dan hak-hak yang sama dalam modal, usaha dan hutang. Kerja sama ini juga dibolehkan menurut mayoritas ulama, namun dilarang oleh Syafi'i. Kemungkinan yang ditolak oleh Imam Syafi'i adalah bentuk aplikasi lain dari Syirkatul Mufawadhah, yakni ketika dua orang melakukan perjanjian untuk bersekutu dalam memiliki segala keuntungan dan kerugian, baik karena harta atau karena sebab lainnya.

F. SISTEM PERBANKAN YANG ISLAMI
Sistem perbankan yang Islami maksudnya adalah system perbankan yang berdasar dan sesuai dangan ajaran Islam yang dapat dirujuk pada Al-Qur’an dan Hadist. Sistem perbankan yang Islami dikelola oleh Bank Syariah, yaitu lembaga yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa lain dalam lalu lintas pembayaran, serta peredaran uanng yang pengoperasiannya disesuaikan dengan syariat Islam.
G. SISTEM ASURANSI YANG ISLAMI
Menurut bahasa, kata asuransi (Arab : At-Ta’min) berarti pertanggungan. Sedangkan menurut istilah asuransi adalah akad antara penanggung dan yang mempertanggungkan sesuatu.
Ulama fikih sepakat bahwa asuransi dibolehkan dangan catatan cara kerjanya sesuai dengan ajaran Islam, yaitu ditegakkannya prinsip keadilan, dihilangkannya unsur maisir (untung-untungan), perampasan hak dan kezaliman serta bersih dari riba

1 komentar:

  1. Slots with Free Spins No Deposit - JTM Hub
    The slot machines will now be 김해 출장샵 playable on desktop, mobile and tablets with 강원도 출장안마 no 이천 출장샵 download required! Just 인천광역 출장마사지 install the game and enjoy it without the need for 문경 출장안마

    BalasHapus

energi

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkatnya yang telah ia berikan k...