RUANG LINGKUP
SYARIAH
A.
PRINSIP
SYARIAH
Syari’ah
Islam mempunyai prinsip-prinsip yang secara keseluruhan merupakan kekhususan
(spesifikasi) yang membedakan dengan peraturan-peraturan lainnya.
Prinsip-prinsip dasar tersebut ada tiga, yaitu :
1.
Tidak Memberatkan
Hal
ini berarti bahwa syari’ah Islam tidak membebani manusia dengan kewajiban di
luar kemampuannya, sehingga tidak berat untuk dilaksanakan. Firman Allah SWT
antara lain :
“...
dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. “ (QS. Al Hajj: 78).
“... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu ... “. (QS. Al Baqarah : 185).
Ayat-ayat yang bersifat umum tersebut
telah dijadikan pokok dan dasar syariat. Berdasarkan ayat-ayat yang demikian
itu, diadakan rukhshah, yakni aturan-aturan yang meringankan agar jangan
menempatkan orang Islam dalam keadaan yang sulit dan berat. Antara lain dalan
Al Qur’an disebutkan :
1). Keringanan berbuka puasa bagi orang
yang sedang sakit atau dalam perjalanan :
“... Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya ...” (QS. Al Baqarah: 184).
2). Keringanan bertayamum bagi orang
yang tidak boleh menggunakan air :
“...dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6).
3). Keringanan membolehkan memakan
bangkai atau makanan lainnya apabila dalam keadaan terpaksa :
“Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah, tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak
ada dosa baginya.” (QS. Al Baqarah: 173).
2.
Menyedikitkan Beban
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal
yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan
di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah
memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.” (QS. Al Maidah: 101).
Kandungan
ayat tersebut menunjukkan bahwa hal-hal yang tidak disebutkan dalam syari’at
Islam tidak perlu dipertikaikan bagaimana ketentuan hukumnya, hal itu merupakan
rahmat Allah SWT untuk tidak memperbanyak beban kepada umat manusia.
Sabda Rasulullah SAW :
وَقَدْ سُئِلَ عَنِ الْحَجِّ افِى كُلِّ
عَامٍ؟ فَقَالَ: لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوْ جَبَتْ ذَرُوْنِيْ مَا تَركْتُمْ
فَاِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةٍ مَسَائِلِهِمْ
وَاخْتِلاَفِهِمْ اَنْبِيَائِهِمْ (الحديث)
“Rasulullah
SAW. telah ditanya tentang haji: Apakah
haji itu harus dilakukan setiap tahun ? Rasulullah SAW menjawab : Jika aku
katakan ya, pasti akan menjadi wajib,
maka biarkanlah apa yang aku tidak kerjakan bagimu, karena hancurnya
orang-orang umat sebelum kamu karena banyaknya pertanyaan mereka dan perbedaan
pendapat mereka terhadap Nabi mereka.” (Al Hadits).
3.
Berangsur-angsur Dalam Menetapkan
Hukum
Pada
awal ajaran Islam diturunkan, Allah SWT
belum menetapkan hukum secara tegas dan terperinci, karena bangsa Arab pada
waktu itu telah menggunakan adat kebiasaan mereka sebagai peraturan dalam
kehidupan. Pada saat itu adat mereka
ada yang baik dan dapat diteruskan, tetapi ada pula yang membahayakan dan tidak
layak untuk diteruskan. Oleh karena itu
syari’ah secara berangsur-angsur menetapkan hukum agar tidak mengejutkan
bangsa yang baru mengenalnya, sehingga perubahan itu tidak terlalu dirasakan
yang akhirnya sampai pada ketentuan
hukum syari’ah yang tegas.
Tahapan-tahapan dalam
menetapkan syari’ah Islam menempuh cara sebagai berikut :
1). Berdiam
diri, yakni tidak menetapkan hukum kepada sesuatu, karena buat sementara masih
perlu diperkenankan, yang kemudian akan diharamkan. Cara ini dilakukan antara
lain dalam masalah warisan. Islam tidak segera membatalkan hukum warisan
jahiliyah, tetapi akhirnya diganti dengan hukum warisan Islam dan sekaligus
membatalkan hukum warisan Jahiliyah tersebut.
2). Mengemukakan
permasalahan secara mujmal, yakni dikemukakan secara terperinci. Hal ini dapat
dilihat antara lain dalam hukum peperangan, Firman Allah SWT :
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang
yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya
Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,” (QS. Al Hajj: 39).
3). Mengharamkan sesuatu secara
berangsur-angsur, sebagaimana ditemui dalam cara mengharamkan khamar (arak).
Rasulullah SAW. pernah ditanya tentang khamar dan maisir (Judi), yang sudah
menjadi kebiasaan dikalangan masyarakat Arab waktu itu. Firman Allah SWT :
“Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa
yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (QS. Al Baqarah: 219).
Dengan ayat tersebut, syari’ah belum
menetapkan arak dan judi haram, tetapi dengan menyebut dosanya lebih besar, ada
kesan melarangnya.
Baru pada tahap berikutnya Allah
mengharamkannya dengan perintah untuk meninggalkannya. Firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan
panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 90).
4.
Memperhatikan kemaslahatan manusia
dalam menetapkan hukum
Allah
dalam menetapkan hukum selalu memepertimbangkan kemaslahatan hidup umat
manusia. Oleh karena itu dalam proses penetapan hukum senantiasa didasarkan
pada tiga aspek :
1). Hukum
ditetapkan sesudah masyarakat membutuhkan hukum-hukum tersebut.
2). Hukum
ditetapkan hanya menurut kadar kebutuhan masyarakat.
3). Hukum
hanya ditetapkan oleh lembaga pemerintah yang berhak menetapkan hukum.
5.
Keadilan yang merata
Menurut syariat Islam kedudukan semua
orang adalah sama dihadapan Allah, yang membedakan adalah tingkatan taqwa
mereka. Oleh karena itu orang yang kaya dengan orang yang miskin sama dihadapan
Allah dalam hal pengadilannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam QS. Al
Maidah: 8
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Maidah: 8).
Watak syariah
a.
Takammul ( lengkap )
Memperlihatkan
bahwa syariah itu dapat melayani golongan yang tetap pada apa yang sudah ada (
konsisiten ) dan dapat pula melayani golongan yang memungkinkan pembaharuan.
b.
Wasathiyyah(
pertengahan atau moderator )
Menghendaki
keselarasan dan keseimbangan antara segi kebendaan dan segi kejiwaan.
c.
Haraka ( dinamis )
Syariah
mempunyai kemampuan untuk bergerak dan berkembang.
B.
IMPLEMENTASI SYARIAH
Dalam bidang
politik, yang memegang kekuasaan tertinggi ialah kedaulatan. Selanjutnya,
kedaulatanlah yang mempunyai hak untuk mengeluarkan aturan – aturan hukum. Oleh
karena itu, kedaulatan mempunyai kekuatan yang mengikat dan memaksa warga
negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sama halnya seperti Islam,
yang menjadikan syariat Islam sebagai satu – satunya kedaulatan. Kedaulatan
dalam agama Islam dipegang oleh Allah SWT, sebagai satu-satunya pemilik
kewenangan untuk membuat hukum dan syariat. Dimana, seluruh hukum dan syariat
tersebut harus diikuti dan ditaati oleh seluruh pemeluk agama Islam. Sebagai
pemegang kedaulatan, Allah SWT mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk bagi
umatnya. Oleh karena itu, dalam kehidupan berpolitik, para pemegang kedaulatan
sebagai pemimpin, harus senantiasa memperhatikan kepentingan warga negaranya
dan tidak menggunakan kekuasaannya untuk berbuat sewenang – wenang. Dalam
memimpin warga negaranya, para pemegang kedaulatan juga harus tunduk kepada
hukum dan syariat yang ada.
Dalam bidang
ekonomi, syariat Islam memegang peranan penting, seperti mengatur pembagian
modal, mengatur pajak, mengatur sumber – sumber pendapatan negara, mengatur
zakat, dan lain sebagainya. Syariat Islam sangat berpengaruh terhadap kehidupan
ekonomi umatnya, seperti mulai banyak bermunculan bank – bank yang berlandaskan
syariah Islam. Bahkan, bank – bank yang berlandaskan syariat Islam tersebut
juga menganut syariat Islam yang melarang hukum riba. Dalam aspek ekonomi,
Allah swt berfirman, “ Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika
kamu tidak mengerjakan, ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.
Dan jika kamu bertobat, bagimu pokok hartamu. Kamu tidak dianiaya dan tidak
pula menganiaya “ (QS. Al-Baqarah, 2:278-279)
Jadi, pada
dasarnya syariat Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam berbagai
macam aspek kehidupan umatnya. Syariat Islam telah dibuat dengan sebaik –
baiknya, sehingga tidak mungkin menyusahkan atau menghambat umatnya untuk
melakukan aktivitas sehari – hari. Dengan menerapkan syariat Islam ke dalam
seluruh aspek kehidupan sehari – hari, maka hidup kita pun akan menjadi lebih
teratur dan terarah.
Implementasi
Syariah Antara Lain:
1.
Membiasakan berzikir
setelah shalat.
2.
Rutin membaca al-qur’an
3.
Ikut bergabung dengan
majlis ta’lim atau wirid-wirid remaja lainnya.
4.
Selalu belajar dan
memperdalam ilmu agama.
5.
Selalu bertawakkal dan
beriktiar kepada allah.
6.
Selalu berdo’a kepada
allah.
7.
Mematuhi perintah untuk tidak melanggar perintah – perintah-Nya
seperti berzina,mencuri, bergosip dan lainnya.
8.
Memahami adab pergaulan sesema manusia seperti adab berkeluarga, adab
bertetangga, adab berbangsa dan bernegara dan lain sebagainya.
9.
Selalu mencari
keridhaan allah,
Dengan
cara mendekatkan diri kepada allah dan beribadah kepadanya.
Seperti ibadah
shalat,puasa,zakat,haji dan umrah.
a.
SHALAT
menurut bahasa shalat berarti
do’a,sedangkan menurut istilah shalat ialah suatu ibadah yang mengandung ucapan
dan perbuatan tertentu yang di mulai dengan takbiratul ikhraam dan diakhiri
dengan salam.
Perintah shalat di kelompokkan
kedalam perintah wajib dan sunnah.
·
Fardu’ain
Adalah
perintah kepada individu-individu dan tidak dapat di tumpangkan kepada orang
lain.seperti shalat lima waktu sehari semalam dan shalat jum’at.
·
Fardu kifayah
Adalah
kewajiban yang apabila sudah dilaksanakan oleh sebahagian atau sekelompok
muslim maka gugurlah kewajiban muslim yang lainya. Seperti shalat jenazah.
1.Shalat jamak
Adalah mengumpulkan dua waktu
shalat pada satu waktu.
Yaitu
shalat zuhur dan asyar dan shalat magrib dan isya.
Apabila
shalat asyar di lakukan pada waktu zuhur, atau isya dilakukan pada waktu magrib
maka di sebut dengan jamak taqdim.sedangkan
apabila shalat zuhur di dilakukan pada waktu asyar, atau magrib di lakukan pada
waktu isya maka di sebut dengan jamak
takhir.
2.Shalat qasar
Adalah
meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Yaitu shalat zuhur dan
shalat asyar.
b.
PUASA.
Menurut
bahasa puasa berarti menahan.sedangkan menurut sitilah puasa adalah menahan
diri dari segala perbuatan yang membatalkanya seperti makan, minum, mulai dari
terbit fajar sampai terbenamya matahari
c. ZAKAT
Zakat
berarti suci. Sedangkan menurut syariah zakat adalah memberikan harta terentu
yang di wajibkan allah mengeluarkannya kepada orang- orang yang berhak
menerimanya.
d.
HAJI DAN UMRAH
menurut
bahasa kata hajj berarti bermaksud mengunjungi sesuatu. Dan menurut syariat
islam berarti mengunjungi baitullah untuk menjalani suatu ibadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar